Total Pageviews

Wednesday, September 25, 2019

Laporan Pendahuluan Hipertensi | ASKEP


Laporan Pendahuluan
 HIPERTENSI

1.      DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014). Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan diastolik (angkabawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa alat cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti, 2013).

2.      ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
a.       Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
1)      Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2)      Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3)      Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa  dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium dan garam dalam pembuluh darah. Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Konsumsi garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar dan kuat ini menyebabkan seseorang menderita hipertensi.  Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan tekanan darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang bisa terjadi.
4)      Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5)      Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

b.      Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.

3.      MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Yogiantoro, 2009)



4.      PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Harrison, 2005).


5.      PENATALAKSANAAN
a.       Non farmakologi
Non farmakologi dapat dilakukan dengan cara modifikasi gaya hidup diantaranya yaitu:
1)      Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih: penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori, dan peningkatan pemakaian kalori dengan latihan fisik yang teratur (Pudistuti, 2013).
2)      Membatasi asupan garam tidak lebih dari (-) sendok teh atau 6 gram/hari. Contohnya biscuit, crackers, keripik dan makanan kering yang asin serta makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink) (Kemenkes RI, 2013).
3)      Meningkatkan aktivitas fisik : orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 30-45 menit setiap hari dengan frekuensi 3-5 kali per minggu akan membantu mengontrol tekanan darah. Contoh aktivitas fisik (olahraga) yang dapat dilakukan yaitu jalan, lari, jogging, bersepeda. (Pudiastuti, 2013 dan Kemenkes RI, 2013).
4)      Membatasi konsumsi kafein karena kafein dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
5)      Membatasi makan makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih) (Kemenkes RI, 2013).
6)      Menghindari alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resitansi terhadap obat anti hipertensi. Penderita yang minum alkohol sebaiknya membatasi asupan etanol sekitar satu ons sehari (Pudiastuti, 2013).
b.      Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yaitu obat anti hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu:
1)      Diuretika
Diuretika { tablet hydrochlorothiazide (HTC), Lasix (furosemide) } merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh (natrium) via urin sehingga mengurangi volume cairan dalam tubuh. Dengan turunnya kadar natrium maka tekanan darah akan turun. Tetapi karena potassium kemungkinan terbuang dalam cairan urin, maka pengontrolan konsumsi potassium harus dilakukan (Pudiastuti,2013).
2)      Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding arteriol sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun. Obat yang termasuk dalam jenis vasolidator adalah hidralazine dan encarazine (Gunawan, 2001).
3)      Antagonis kalsium
Mekanisme obat antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion kalsium kedalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasodilitasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah nifedipin dan verapamil (Gunawan, 2001).
4)      Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekan darah dengan cara menghambat Angiontensin Converting enzyme yang berdaya vasokontriksi kuat. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah Captopril (capoten) dan
enalapril (Gunawan, 2001).

6.      KOMPLIKASI
a.       Penyakit jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resisten terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban jantung berkurang. Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi terhadap ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertropi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dan dilatasi “ (payah jantung)”. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner (Setyawati dan Yekti, 2011).
b.      Stroke
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik Jenis stroke yang paling sering sekitar 80% kasus adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi akibat aliran darah diarteri otak terganggu dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah di arteri koroner saat serangan jantung atau angina. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Sedangkan stroke hemoragik sekitar 20% kasus timbul pada saat pembuluh darah diotak atau di dekat otak pecah, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang parsisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang diantara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya
dapat menjadi lebih serius (Marliani dan Tantan, 2007).
c.       Ginjal
Komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal mengalami atherosclerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga aliran darah keginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya. Fungsi ginjal adalah membuang semua bahan sisa dari dalam darah. Bila ginjal tidak berfungsi, bahan sisa akan menumpuk dalam darah dan ginjal akan mengecil dan berhenti berfungsi (Marliani dan Tantan, 2007).
d.      Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata, sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitive terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vascular retina. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung. Oleh karena itu, dokter lain akan melihat bagian belakang mata anda dengan alat
yang disebut oftalmoskop (Marliani dan Tantan, 2007).

7.      DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. (diakses 21  September 2019).
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. (diakses 21  September 2019)
Pudiastuti, R.D. 2013. Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Setyawati dan Yekti. (2011). ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada Pegawai Negeri Sipil SMAN 8 Semarang”. Jurnal Visikes, vol. 10 no 2.
Marliana, S dan Tantan. 2007. 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia
Mohammad Yogiantoro. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial. Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition page 1653. The McGraw – Hill Companies. 2005

No comments:

Post a Comment

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS 1.         Pengertian Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi, berdasarakan adanya SIRS (Syste...