Laporan Pendahuluan
HIPERTENSI
1. DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014). Penyakit darah tinggi atau
hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan diastolik (angkabawah) pada pemeriksaan tensi
darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa alat cuff air
raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti,
2013).
2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi
terbagi menjadi dua golongan menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila
(2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
a. Hipertensi
esensial atau hipertensi primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
1) Genetik:
individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi
untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan,
jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis
kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan
darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin
laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet:
konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi
konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi,
diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi
berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih
banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan
menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain
pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni
adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar
adrenal memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan
lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi terlalu
banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk menghadirkan protein yang
menyeimbangkan kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika
konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium
dan garam dalam pembuluh darah. Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk
menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Konsumsi garam berlebih
membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran darah. Ginjal
memproduksi hormone rennin dan angiostenin agar pembuluh darah utama
mengeluarkan tekanan darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa
mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar dan kuat ini
menyebabkan seseorang menderita hipertensi.
Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg
atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif
terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan tekanan
darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari
komplikasi yang bisa terjadi.
4) Berat
badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam
keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya
hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat
dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan
merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat
menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan
darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus
dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah
tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam
batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari
komplikasi yang bisa terjadi.
b. Hipertensi
sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10%
dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin,
hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari
penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut
hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling
banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri
ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ
ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat
yang meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga
merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan
meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi
oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan
psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan
stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan
aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.
3. MANIFESTASI
KLINIS
Gambaran klinis pasien hipertensi
meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat
kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena
kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Yogiantoro, 2009)
4. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya hipertensi merupakan
penyakit multifaktorial yang timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor
resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah kapiler. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan
fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Harrison, 2005).
5. PENATALAKSANAAN
a. Non
farmakologi
Non farmakologi dapat dilakukan
dengan cara modifikasi gaya hidup diantaranya yaitu:
1) Menurunkan
berat badan bila status gizi berlebih: penderita hipertensi yang obesitas
dianjurkan untuk menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori, dan
peningkatan pemakaian kalori dengan latihan fisik yang teratur (Pudistuti,
2013).
2) Membatasi
asupan garam tidak lebih dari (
-
) sendok teh atau 6
gram/hari. Contohnya biscuit, crackers, keripik dan makanan kering yang
asin serta makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink) (Kemenkes RI, 2013).
![](file:///C:/Users/Diklat_2/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/Diklat_2/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
3) Meningkatkan
aktivitas fisik : orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi
30-50% daripada yang aktif. aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 30-45
menit setiap hari dengan frekuensi 3-5 kali per minggu akan membantu mengontrol
tekanan darah. Contoh aktivitas fisik (olahraga) yang dapat dilakukan yaitu
jalan, lari, jogging, bersepeda. (Pudiastuti, 2013 dan Kemenkes RI,
2013).
4) Membatasi
konsumsi kafein karena kafein dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat,
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
5) Membatasi
makan makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih) (Kemenkes RI, 2013).
6) Menghindari
alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resitansi
terhadap obat anti hipertensi. Penderita yang minum alkohol sebaiknya membatasi
asupan etanol sekitar satu ons sehari (Pudiastuti, 2013).
b. Terapi
farmakologi
Terapi farmakologi yaitu obat anti
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu:
1) Diuretika
Diuretika { tablet
hydrochlorothiazide (HTC), Lasix (furosemide) } merupakan golongan obat hipertensi
dengan proses pengeluaran cairan tubuh (natrium) via urin sehingga mengurangi
volume cairan dalam tubuh. Dengan turunnya kadar natrium maka tekanan darah
akan turun. Tetapi karena potassium kemungkinan terbuang dalam cairan urin,
maka pengontrolan konsumsi potassium harus dilakukan (Pudiastuti,2013).
2) Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung
mengembangkan dinding arteriol sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang
dan tekanan darah menurun. Obat yang termasuk dalam jenis vasolidator adalah
hidralazine dan encarazine (Gunawan, 2001).
3) Antagonis
kalsium
Mekanisme obat antagonis kalsium
adalah menghambat pemasukan ion kalsium kedalam sel otot polos pembuluh dengan
efek vasodilitasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang
terkenal adalah nifedipin dan verapamil (Gunawan, 2001).
4) Penghambat
ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan
tekan darah dengan cara menghambat Angiontensin Converting enzyme yang
berdaya vasokontriksi kuat. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah
Captopril (capoten) dan
enalapril (Gunawan, 2001).
6. KOMPLIKASI
a. Penyakit
jantung
Peningkatan tekanan darah secara
sistemik meningkatkan resisten terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri
sehingga beban jantung berkurang. Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi terhadap
ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertropi ini ditandai dengan
ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk dan dilatasi ruang
jantung. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dan dilatasi “
(payah jantung)”. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner (Setyawati dan Yekti, 2011).
b. Stroke
Tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan dua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik Jenis
stroke yang paling sering sekitar 80% kasus adalah stroke iskemik. Stroke ini
terjadi akibat aliran darah diarteri otak terganggu dengan mekanisme yang mirip
dengan gangguan aliran darah di arteri koroner saat serangan jantung atau
angina. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Sedangkan stroke hemoragik
sekitar 20% kasus timbul pada saat pembuluh darah diotak atau di dekat otak
pecah, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang parsisten. Hal ini
menyebabkan darah meresap ke ruang diantara sel-sel otak. Walaupun stroke
hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya
dapat menjadi lebih serius
(Marliani dan Tantan, 2007).
c. Ginjal
Komplikasi hipertensi timbul karena
pembuluh darah dalam ginjal mengalami atherosclerosis karena tekanan
darah terlalu tinggi sehingga aliran darah keginjal akan menurun dan ginjal
tidak dapat melaksanakan fungsinya. Fungsi ginjal adalah membuang semua bahan
sisa dari dalam darah. Bila ginjal tidak berfungsi, bahan sisa akan menumpuk
dalam darah dan ginjal akan mengecil dan berhenti berfungsi (Marliani dan
Tantan, 2007).
d. Mata
Tekanan darah tinggi dapat
mempersempit atau menyumbat arteri di mata, sehingga menyebabkan kerusakan pada
retina (area pada mata yang sensitive terhadap cahaya). Keadaan ini disebut
penyakit vascular retina. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan
indikator awal penyakit jantung. Oleh karena itu, dokter lain akan melihat
bagian belakang mata anda dengan alat
yang disebut oftalmoskop (Marliani
dan Tantan, 2007).
7. DAFTAR
PUSTAKA
Kemenkes RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
(diakses 21 September 2019).
Kemenkes RI. 2014. Infodatin
Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. (diakses 21 September 2019)
Pudiastuti, R.D. 2013. Penyakit-Penyakit
Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi
Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Setyawati dan Yekti. (2011).
”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada Pegawai Negeri Sipil
SMAN 8 Semarang”. Jurnal Visikes, vol. 10 no 2.
Marliana, S dan Tantan. 2007. 100
Question & Answer Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia
Mohammad Yogiantoro. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial. Perhipunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia.
Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th Edition page 1653. The McGraw – Hill Companies. 2005
No comments:
Post a Comment