LAPORAN
PENDAHULUAN
SEPSIS
1.
Pengertian
Sepsis merupakan respon sistemik
terhadap infeksi, berdasarakan adanya SIRS (Systemic Inflamatory Respons
syndrome) ditambah dengan infeksi yang dibuktikan (proven) atau dengan suspek
infeksi secara klinis (Shelly, 2009). Sepsis merupakan respon sistemik tubuh
terhadap infeksi yang menyebabakan sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder
untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok sepsis (sepsis berat ditambah
hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan) (Tornado, 2013)
Sepsis merupakan infeksi aliran darah
yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukan bakteri dalam cairan tubuh,
seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih (IDAI,2008). Sepsis adalah
sindroma respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Respons
syndrome)dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya
berupa suhu tubuh yang abnormal (>38°C atau >36°C, takikardi, asidosis
metabolik, biasanya disertai alkalosis respiratory terkompensasi dan takipnea,
dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih) (Yessica,2014)
2.
Tahapan Sepsis/Derajat
Sepsis
Tahapan sepsis menurut
Guntur (2008) ada 5 tahap yaitu sebagai berikut:
a. Systemic
Inflamatory Response Syndrome (SIRS) merupakan reaksi inflamasi akibat
dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi
disfungsi organ dengan tanda klinis:
1) Hipertermia/hipotermia
(>38,0°C atau < 35,6°C).
2) Denyut
jantung > 90x/menit
3) Jumlah
nafas > 20x/menit atau PaCO2< 32 torr (< 4,3 kPa)
4) Hitung leukosit > 12.000 se;/mm3 atau ditemukan > 1% sel imatur.
4) Hitung leukosit > 12.000 se;/mm3 atau ditemukan > 1% sel imatur.
b. Sepsis
yaitu infeksi disertai dengan SIRS
c. Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai Multiple Organ Disfungtion (MOD) yaitu kelainan fungsi organ seperti hipoperfusi atau kelainan perfusi yang ditandai dengan asidosis laktat, oliguria atau perubahan akut status mental.
c. Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai Multiple Organ Disfungtion (MOD) yaitu kelainan fungsi organ seperti hipoperfusi atau kelainan perfusi yang ditandai dengan asidosis laktat, oliguria atau perubahan akut status mental.
d. Syok
dengan hipotensi merupakan syok septik subset dari sepsis berat, yang
didefinikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah
mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.
3.
Etiologi
Sepsis disebabkan oleh bakteri, akan
tetapi baynyak kasus juga yang disebabkan oleh virus, atau semakin sering
disebabkan oleh jamur. Mikroorganisme yang kausal yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa adalah Echericia coli, Staphylococcus aureus dan
streptococcus pneumoniae. Selain hal tersebut, insidensi sepsis yang lebih
tinggi disebabkan oleh bertambambahnya populasi di diunia, pasien-pasien yang
menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi
sepsis yang relatif tinggi diantara pasien-psien AIDS. Sepsis juga dapat dipicu
oleh infeksi dibagian tubuh manapun. Daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut dan panggul.
Jenis
infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu ;
1)
Infeksi paru-paru
(pneumoniae)
2)
Flu (influenza)
3)
Apendicitis
4)
Infeksi lapisan saluran
percernaan (peritonitis)
5)
Infeksi kandung kemih,
uretra, atau ginjal (infeksi traktur urinarius)
6)
Infeksi kulit,
selulitis, infeksi pasca operasi, infeksi sistem syaraf
4.
Patofisiologi
Infeksi adalah istilah untuk menamakan
keberadaan berbagai kuman yang msuk dalam tubuh manusia. Ketika jaringan
terbuka atau terinfeksi, akan terjadi pelepasan faktor-faktor pro inflamasi
secara bersamaan. Keseimbangan darai sinyal yang saling berbeda ini kana
membantu perbaikan dan penyembuhan jaringan, ketika keseimbangan proses
inflamasi ini hilang akan terjadi kerusakan jaringan yang jauh, dan mediator
ini akan menyebabkan efek sistemik yang merugikan tubuh. Proses ini berlanjut
sehingga menimbulkan multipel organ disfusion syndrome (MODS). Sitokin sebagai
mediator tidaka berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak faktor lain (non
sitokin) yang sangat berperan dalam menentukanperjalanan penyakit. Respin tubuh
terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dari sitokin baik
yang bersifat pro inflamasi maupun anti inflamasi.
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi
terhadap sepsis makan limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang
berfungsi sebagai immunomodulator yaitu : IFN-p, 1L-2 dan macropage colony
stimulating factor (M-CSFO, Limfosit Th2 akan mengeluarkan 1L-4, 1L-5, 1L-6 dan
1L-10. IFN-y merangsang makrofag mengeluarkan 1L-1β dan TNF-α. Pada sepsis 1L-2
dan TNF-α dapat merusak endotel pembuluh darah. 1L-1β juga berperan dalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E)2 dan merangsang ekspresi intaceluler
adhesion molecule – (ICAM-1). iICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil
dengan endotel. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengelurakan
lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa
superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria.
Akibat proses tersebut terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel akan menyebabkan gangguan vascular sehingga terjadi kerusakan organ
multipel.
6.
Manifestasi klinis
a) Pasien
dalan fase awal sepsis yaitu sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan
takipnea (Dusen broke &Merlo, 2008)
b) Manifestasi
klinis dari sepsis sangat bervariasi, berdsasarkan studi yaitu : demam (70%),
syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, ptekie, nodular, vesicular
dengan nefrosis sentral (70% dengan meningococcemia) dan artritis (8%)
(Gosman&Plantz, 2008)
7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan kultur :
luka, sputum, urine, darah (mengidentifikasi organisme penyebab sepsis)
b) SDP : Hematokrit
mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, diikuti oleh pengeluaran leukositosis (1.500-
30.000)
Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, diikuti oleh pengeluaran leukositosis (1.500-
30.000)
c) Elektrolit serum
:berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis,
perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
d) Trombosit : penurunan dapat
terjadi karena agregasi trombosit
e) PT/PTT : mungkin
memanjang, mengindikasikan koagulopati yang di alokasikan dengan
hati/sirkulasi toksik/status syok
hati/sirkulasi toksik/status syok
f) Laktat serum :
meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
g) Glukosa serum :
hiperglikemia yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikonolisis
didalam hati sebgai respon dari perubahan seluler dalam metabolisme
didalam hati sebgai respon dari perubahan seluler dalam metabolisme
h)
BUN : kreatinin
meningkat, diasosiasikan dengan dehindrasi, ketidakseimbangan atau
kegagalan ginjal dan disfungsi hati
kegagalan ginjal dan disfungsi hati
i) GDA : alkalosis
respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanjut
hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
j) EKG : dapat menunjukkan
gelombang ST dan gelombang T distritmia menyerupai infark miokard
8.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
menurut Opal (2012) adalah sebagai berikut:
a) Non farmakologi
Mempertahankan
oksigenasi ke jaringan dengan sturasi >70 %, dengan melakukan ventilasi
mekanki dan drainase infeksi fokal.
b)
Sepsis akut
1) Menjaga
tekanan darah dengan memberika resusitasi cairan IV dan visopressor yang
bertujuan pencapaian kembali tekanan darah > 65MmHg, menurukan serum laktat
dan mengobati sumber infeksi.
2) Hidrasi
IV, kristalois sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan
3) Terapi
dengan vasopressor (dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-rata tekanan
darah 70-75 MmHg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja
4) Memperbaiki
keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan, dilakukan ventilasi
mekanik bukan dengan diberikan bikarbonat
5) Antibiotik
diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai rekomendasi
antibiotik awal pasien sepsis
6) Pengobatan
biologi Drotrecogin alfa (Xigris). Suatu bentuk rekaysa agenetika aktifasi
protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsi berat dengan
multi organ disfungsi (atau APACHE II skor > 24) bila dikombinasikan dengan
terapi konvesional, dapat menurunkan angka mortalitas.
c)
Sepsis kronik
Terapi
antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan minimal
selama 2 minggu
9. Komplikasi
Komplikasi
sepsis menurut Yessica (2014)
1)
Cedera paru akut
2)
Disseminated
Intravascular coagulation (DIC)
3)
Gagal jantung
4)
Gangguan fungsi hati
5)
Gagal ginjal
6)
Sindrome disfungsi
multo organ.
10. Diagnosa
keperawatan
a)
Ketidakefektifan pola
nafas b.d hiperventilasi paru
b)
Penurunan curah jantung
b.d perubahan preload dan afterload
c)
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer b.d gangguan vascular
d)
Infeksi b.d proses
inflamasi
e)
Intoleransi aktivitas
b.d suplai dan kebutuhan o2 menurun
11. Intervensi
a)
Ketidakefektifan pola
nafas b.d hiperventilasi paru
NOC
:
1) TTV
dalam rentang normal
2) Menunjukkan
jalan nafas yang paten
3) Mendemonstrasikan
suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea
NIC:
1) Buka
jalan nafas
2) Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi (fowler/semi fowler)
3) Auskultasi
suaran nafas, catat adanya suara tambahan
4) Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
5) Monitor
respirasi dan status O2
6) Monitor
TTV
7) Kolaborasi
pemberian terapi O2
b)
Penurunan curah jantung
b.d perubahan preload dan afterload
NOC:
1) Menunjukkan
TTV dalam rentang normal
2) Tidak
ada oedem paru dan tidak ada asites
3) Tidak
ada penurunan kesadaran. GCS 14-15
4) Dapat
mentoleransi aktivitas dan tidak ada kelelahan
NIC : (cardiac
care)
1) Catat
adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
2) Monitir
balance cairan
3) Catat
adanya disritmia jantung
4) Monitor
TTV
5) Atur
periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
6) Monitor
status pernapasan yang menandakan gagal jantung
7) Lakukan
pemeriksaan EKG
8) Kolaborasi
obat cardiovascular
9) Kolaborasi
foto thorax
c)
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer b.d gangguan vascular
NOC :
1) Tekanan
sistole dan diastole dalam rentang normal
2) Menunjukkan
tingkat kesadaran yang baik
NIC: (manajemen
sensasi perifer)
1) Monitor
tekanan darah dan nadi apikal setiap 1 jam
2) Intruksikan
keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi
3) Monitor
daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin
4) Lakukan
mobilisasi tenpat tidur setiap 2 jam
5) Kolaborasi
pemberian obat vasodilator, pemeriksaan gula darah
6) Kolaborasi
terapi O2
7) Kolaborasi
pemberian obat anti hipertensi
d)
Infeksi b.d proses
inflamasi
NOC:
1) Suhu
tubuh dalam rentang normal
2) Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3) Nadi
dan respirasi dalam rentang normal
4) Leukosit dalam rentang normal (4.00-10.00x10^3 µ/L) NIC
4) Leukosit dalam rentang normal (4.00-10.00x10^3 µ/L) NIC
1) Observasi
TTV/jam
2) Beri
kompres hangat pada bagian lipatan tubuh (paha dan axilla)
3) Penkes
pada keluarga tentang cuci tangan
4) Monitor
intake dan output
5) Monitor
warna dan suhu kulit
6) Kolaborasi
pmberian obat antibiotik
7) Beri
banyak minum (± 1-1,5 liter/ hari) sedikit tapi sering
8) Ganti
pakaian dengan bahan tipis dan menyerap keringat
e)
Intoleransi aktivitas
b.d suplai dan kebutuhan o2 menurun
NOC :
1) Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
respirasi
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
3) TTV
dalam rentang normal
4) Status
sirkulai baik
NIC (activiting
therapy)
1) Kaji
hal-hal yang mampu dilakukan klien
2) Bantu
klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan
3) Beri
penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik
klien
4) Libatkan
keluarga dalam pemenuhan ADL
5) Jelaskan
pada keluarga dan klien tentang pentingnya bedrest ditenpat tidur
6) Pertahankan
status nutrisi yang adekuat.